Rabu, 08 Juli 2015
Kabupaten Jombang
Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km²[2], dan jumlah penduduknya 1.201.557 jiwa (2010), terdiri dari 597.219 laki-laki, dan 604.338 perempuan. Pusat kota Jombang terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di persimpangan jalur lintas utara, dan selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-Yogyakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban.[3]
Jombang juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya.[4] Bahkan ada pameo yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok pesantren di tanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di antara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, Pesantren Attahdzib (PA), dan Darul Ulum (Rejoso).
Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Jombang, di antaranya adalah mantan Presiden Indonesia yaitu KH Abdurrahman Wahid, pahlawan nasional KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim, tokoh intelektual Islam Nurcholis Madjid, serta budayawan Emha Ainun Najib dan seniman Cucuk Espe.
Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa yaitu ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo mewakili kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen). Kedua kelompok tersebut hidup berdampingan, dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.
SEJARAH
Penemuan fosil Homo mojokertensis di lembah Sungai Brantas menunjukkan bahwa seputaran wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang diduga telah dihuni sejak ratusan ribu tahun yang lalu.
Tahun 929, Raja Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau serangan Kerajaan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat kerajaan yang baru ini terletak di Watugaluh. Suksesor Mpu Sindok adalah Sri Isyana Tunggawijaya (947-985) dan Dharmawangsa (985-1006). Tahun 1006, sekutu Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan Mataram, dan menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlangga, putera mahkota yang ketika itu masih muda, berhasil meloloskan diri dari serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun kekuatan untuk mendirikan kembali kerajaan yang telah runtuh. Bukti petilasan sejarah Airlangga sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu. Tahun 1019, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali; serta mengadakan perdamaian dengan Sriwijaya.
Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung, Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah, Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng.
Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke 18, dan juga seperti di daerah lain juga pernah diduduki oleh Bala Tentara Dai Nippon (Jepang) pada tahun 1942 sampai Indonesia merdeka di tahun 1945.
Jombang juga menjadi bagian dari wilayah gerakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Etnis Tionghoa juga berkembang dengan adanya tiga kelenteng di wilayah Jombang, dan sampai sekarang masih berfungsi. Etnis Arab juga cukup signifikan berkembang. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa, dan Arab, terutama di kawasan perkotaan.
Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan (di mana merupakan pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalam kawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang.
Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang memformulasikan Teori Evolusi, dan terkenal akan Garis Wallace, pernah mengunjungi, dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia.
Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Soeroadiningrat sebagai Bupati Jombang pertama.[6] Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, seperti KH Hasyim Asy'ari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggota BPUPKI termuda, serta Menteri Agama RI pertama).
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Kabupaten Jombang https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang
MAKANAN KHAS
Jombang. Sekitar 80 km barat Surabaya. Kota yang dikenal dengan kota santri. Juga dikenal terkenal karena terdapat makam Gus Dur, presiden ke-5 Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang makam Gus Dur nya. Saya akan membahas tentang kuliner kota Jombang.
Jika Yogyakarta punya gudeg, Surabaya punya rujak cingur, Sumatra barat punya masakan Padangnya, dll. Jombang juga punya makanan khas yang tidak kalah menarik untuk dinikmati. Yaitu es degan khas Jombang dan Kikil Jombang.
1. Es Degan khas Jombang.
Semua sudah tidak asing dengan es degan pada umumnya. Buah dari kelapa muda yang diserut kemudian diberi gula dan es. Namun khasnya Jombang adalah es degan ini mendapat bahan tambahan yang berupa nata de coco, alpukat, dan durian yang dilengkapi dengan susu cair. Hmm…kalau pas kondisi panas-panas, terasa sueger rasanya.
Nah di Jombang, pedagang es degan ini sudah menjamur di mana-mana. Mereka berpusat di Jalan Merdeka Jombang yang sekarang sudah berubah namanya menjadi Jalan Abdurrahman Wahid. Tepatnya di depan GOR Jombang dan di depan kampus Universitas Darul Ulum, berderet para pedagang es degan khas Jombang ini. Bahkan mereka membuat paguyuban es degan khas Jombang agar mereka tetap menjaga ciri khas rasanya dan menjaga kekompakan harganya. Mereka seperti saudara satu sama lain. Dengan begitu mereka tidak merasa ada yang menyaingi dan tersaingi. Subhanallah…
Jadi jika teman-teman melewati Jombang atau memang sengaja singgah ke Jombang, jangan lupa mencoba mencicipi es degan khas Jombang ini ya…Harganya murah kok. Mulai Rp.4000 ke atas, tergantung campuran yang ingin ditambahkan. Jika ingin lengkap isinya, bisa berkisar Rp.7000.
Selamat mencoba…
2. Kikil Jombang
Kuliner berikutnya adalah kikil Jombang. Tahu kikil? Itu lho kakinya sapi atau kerbau. Eh apa enaknya kalau dimakan? Pasti keras kalau digigit. Jangan salah…kikil disini sudah yummy sekali. Dimasak dengan suhu tinggi dan dengan waktu yang agak lama, ditambah dengan bumbu-bumbu rahasia, dikasih santan dan bahan-bahan pendukung. Jadilah kikil Jombang. Kikil ini akan terasa lebih enak jika dimakan pakai nasi (itu menurut saya ya). Tak sampai disitu, nasi kikil ditambah dengan kering tempe atau tahu, diberi sayur bung (tunas bambu yang masih muda) dan empal daging atau jeroan sapi yang dimasak bacem. Cara penyajiannya menggunakan daun pisang yang dibentuk pincuk. Wah…jadi laper nih pingin makan. Rasanya…maknyuuuss tenan…
Pedagang nasi kikil yang paling dikenal dan sering didatangi banyak wisatawan dari luar kota yaitu bertempat di daerah Mojosongo. Disini penjualnya sangat banyak, tinggal milih mau yang sepi apa yang ramai. Ada sekitar 10-15 pedagang yang khusus menjual nasi kikil ini. Tapi sayangnya penjual di Mojosongo ini jualnya mulai sore hingga tengah malam. Jadi kalau mau beli pagi hari ya ga ada yang jual. J. Tentang harga, bervariasi. Mulai dari Rp.9000 hingga Rp.15000 per porsi.
Jadi bagaimana? Mau mencoba kuliner khas Jombang? Mau es degan khas Jombang apa nasi kikil khasnya Jombang? Apapun menu favoritnya, Jombang masih tetap menyediakan berbagai makanan kuliner lainnya yang takkalah serunya. Jangan khawatir kalau di Jombang ga bisa makan makanan khas daerah lainnya, semuanya ada InsyaAllah. Yuk kuliner ke kota kecilku, Jombang nan Beriman.http://www.kompasiana.com/imma.rahmawati/kuliner-khas-dari-kota-gus-dur_5520a260813311a47419fa4d
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar